Rahim Pengganti

Bab 97 "Malang Kota Damai"



Bab 97 "Malang Kota Damai"

Bab 97     
0

Malang Kota Damai     

Masa itu Siska belajar untuk memperbaiki semuanya. Mama Ratih dan Bian sangat marah besar akan sikap Siska. Tapi keduanya tahu, marah dan membentak Siska saat ini bukan waktu yang pas. Karena semua sudah terjadi, semua sudah tidak bisa diperbaiki.     

"Kamu yakin?" tanya Bian.     

"Iya Mas. Aku yakin," jawabnya.     

"Apapun yang kamu lakukan ingat selalu ada Mas, Mbak Caca, dan Mama yang selalu mendukung kamu. Lupakan apa yang sudah terjadi, perbaiki diri kamu. Perbaiki semua hal yang sudah terjadi, Mas yakin kamu bisa berubah."     

Mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Bian semakin membuat Siska akan berusaha merubah dirinya. Berusaha mengubah semua kesalahan yang sudah terjadi. Siska sudah berjanji akan menjadi anak yang lebih baik lagi, sebelum kepergian Siska ke Malang.     

Papanya datang ke dalam mimpi, pria itu mengatakan bahwa Siska harus bisa lebih menjaga dirinya lagi, tidak boleh kembali terjerumus dalam gelapannya kehidupan. Dan hal itu semakin membuat Siska yakin dia harus berubah, bukan hanya demi keluarga dan juga harus berubah demi dirinya sendiri.     

Masih beruntung Tuhan masih memberikan kehidupan kepadanya, jika saja dirinya meninggal saat itu. Sebelum bertobat, Siska tidak tahu harus berbuat apa lagi.     

***     

Malang kota yang menjadi tempat pilihan Siska, tempat yang bisa saja membuat Siska kembali terluka. Tapi gadis itu tetap memilih kota indah ini, kota dimana menurut kota terbaik sepanjang masa. Kota yang menyimpan sejuta kebahagian.     

Pagi ini udara Malang sangat segar membuat, Siska sangat bersemangat menikmati setiap harinya. Hari ini juga dirinya akan mulai pergi ke cafe, tempat yang akan membuat waktunya habis dengan kebahagian.     

"Mbak Siska ini teh Jasmine nya," ujar Tia.     

Siska menerima minuman tersebut, tak lupa wanita itu menampilkan raut wajah bahagia yang begitu terlihat dengan jelas.     

"Makasih mbak Tia."     

Setelah itu ruangan Carissa yang sekarang menjadi ruangan milik Siska. Di ruangan ini, sangat nyaman Caca benar benar membuat tempat ini begitu indah. Sejak tadi dirinya hanya memandangi tempat ini, suasana hidup terlihat jelas membuat siapa saja akan betah melakukan apa pun di tempat ini.     

Detik berubah menit, lalu menit berubah menjadi jam. Senja sudah terlihat dengan jelas, artinya malam akan tiba. Suasana cafe semakin ramai, hal itu membuat Siska bisa melupakan segalanya.     

Melupakan rasa sakit yang pernah ada, rasa hampa yang menyulitkan hati. Semuanya sudah bisa di hadapi oleh Siska, baru satu hari wanita itu berada di sini tapi dirinya sudah sangat menyatu dengan kearaan cafe.     

Siska melangkahkan kakinya, masuk ke area kasir. "Ada yang perlu saya bantu?" tanyanya. Kedua karyawan Carissa menoleh dan mengatakan tidak ada, tapi Siska dan Caca itu satu tipe keduanya tidak bisa diam saja.     

"Mas ajarin aku buat ngeracik coffenya dong," ujar Siska.     

"Mbak Caca dan Mbak Siska ini seperti kembar aja. Kalian berdua ternyata memiliki keinginan kesukaan yang sama," jawab Doni pegawai Cafe Cemara. Siska tersenyum, wanita itu lalu mendekati Doni melihat bagaimana pria itu meracik beberapa kopi seorang diri.     

Baru hari pertama di sini saja, Siska sudah bisa banyak belajar hal hal baru yang ternyata selama ini dia anggap biasa saja.     

Di lain tempat kedua orang tua Elang sedang datang ke rumah Mama Ratih, Papa Elang begitu kaget ketika mengetahui apa yang terjadi dan pria itu benar benar sangat marah dengan tingkah anaknya.     

Mama Elang sudah menangis meminta maaf akan perbuatan anaknya yang sangat tidak terpuji, sedangkan sejak tadi Bian sudah terlihat sangat marah dan kesal.     

"Sudah mbak tidak ada yang harus di tangisi. Semua sudah terjadi, Siska juga sudah bahagia sekarang dan sudah melupakan semuanya," ucap Mama Ratih.     

Wanita paruh baya itu, sudah melupakan apa gng terjadi, karena semu adalah permainan takdir kita sebagai manusia harus bisa menyikapi semuanya.     

Mama Elang benar benar tidak enak dengan sikap Mama Ratih yang begitu tenang dengan apa yang terjadi, dirinya tahu bagaimana hancurnya hati seorang ibu mengetahui hal buruk terjadi pada anaknya. Tapi bukannya marah, Mama Ratih malahan memberikan senyuman indahnya kepada Mama Elang.     

"Maafkan anak kami Bu. Kami sudah gagal mendidiknya, maafkan kami," ujar Papa Elang.     

Bapak Bobby seorang CEO penting di kota ini, menurunkan egonya di depan Mama Ratih dia mau melakukan hal tersebut.     

***     

"Ngapain kamu di sini?" tanya Bian dengan nada sinisnya.     

"Beritahu aku di mana keberadaan Siska saat ini," pintahnya.     

Bian tersenyum, pria di depannya saat ini ingin tahu di mana keberadaan adiknya sungguh Bian rasanya ingin memukul wajah Elang dengan sekuat tenaga.     

"Lebih baik kamu pergi, sampai kapan pun aku tidak memberitahukan di mana keberadaan Siska. Tidak ada lagi yang harus kalian selesaikan, semua sudah selesai. Jika kamu memang menyayangi Siska maka pergi dari hidupnya."     

Setelah mengatakan hal itu, Bian beranjak dari tempatnya dan pergi meninggalkan Elang seorang diri. Helaan nafas berat terdengar sangat jelas, pria itu sudah sangat pasrah dengan apa kemungkinan yang terjadi.     

Carissa yang sejak tadi ada di dalam kamar melihat suaminya masuk hanya bisa menatap Bian dengan tatap kasihan. Wanita itu tahu, bagaimana perasaan Bian saat ini. Perasaan yang juga hancur, kecewa dengan adik dan juga temannya.     

Malam harinya, tepat pukul 19.00 malam Siska baru saja pulang dari Cafe, sebelum pergi ke apartemen milik Carissa. Dirinya mampir dulu, ke sebuah mini market untuk membeli bahan makan malamnya.     

Kota ini sangat ramai, tapi Siska tidak takut. Wanita itu malahan merasakan begitu nyaman. Setelah selesai berbelanja Siska pulang ke apartemen, baru saja dirinya masuk ke dalam kamar ponselnya berdering.     

Nama Carissa yang tertera di sana, senyum Siska segera terbit.     

"Hallo Onty," sapa Caca dengan nada anak kecil karena ada Melody di sana.     

"Hai cantiknya Onty. Kangen Melody loh," jawab Siska.     

Keduanya saling berbincang satu dengan lainnya. Siska sangat antusias menceritakan semua hal yang terjadi hari ini. Carissa yang melihat hal itu ikut bahagia.     

"Bahagia terus ya dek," ucap Carissa.     

"Pasti. Kalian nanti harus ke sini yaa," jawab Siska.     

Sambungan telpon itu terputus, Siska segera meletakkan ponselnya dan duduk di pinggir tempat tidur. Wanita itu sudah berusaha untuk melupakan Elang tapi, tetap saja bayangan bayangan pria itu selalu ada di kepalanya.     

"Kamu harus bisa, pergi dari zona nyaman kamu."     

***     

Di sebuah club' malam, Elang sedang menghabiskan waktunya dengan meminum minuman keras. Pria itu terlihat sangat kacau, Jodi yang menjadi temannya hanya bisa menggelengkan kepalanya saja.     

"Udahlah Lang cukup lo udah banyak minum hari ini," ucap Jodi. Tapi tidak Elang melampiaskan kekesalan dirinya ke alkohol. Jodi tahu, bahwa tenangnya itu tidak akan mungkin bisa di kasih tahu. Elang tidak pernah serapuh ini, tapi kali ini berbeda pria itu begitu rapuh.     

Dulu saat Luna meninggalkan, Elang masih bisa bersikap biasa biasa saja. Tapi sekarang tidak, pria itu benar benar terlihat tidak baik baik saja.     

"Aku terlalu bodoh Jod aku bodoh. Aku menyakiti Siska begitu dalam. Harus aku cari kemana lagi dia Jodi," ucap Elang.     

###     

Selamat membaca!!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.